200 JUTA/BULAN, MAU ??


Untuk lebih jelas klik gambar di atas

Jumat, 19 Desember 2008

MULAILAH MERENCANAKAN

Dear all,

Bila kita sayang pada diri dan keluarga kita, maka rencanakan keuangan anda sejak sekarang, SEKARANG ! bila terlambat memutuskan ya akan MENYESAL. Ilustrasi perencanaan keuangan yang akan anda terima mempunyai banyak keuntungan diantaranya :
1. Penghasilan anda akan tergaransi hanya dengan sedikit investasi, karena :
a. Resiko Sakit, biaya aneka perawatan di RS all in (pra, saat dan pasca) atau pilih
biaya sendiri AKAN DIBERIKAN hingga waktu yang anda tentukan sendiri.
Perawatan all in, flapon mulai 86 jt/tahun, rawat inap hingga 120 hari/th, ICU hingga
30 hari/th, Operasi (minor s/d compleks)
b. Resiko Kecelakaan, nasabah akan dapat santunan akibat kecelakaan hingga
RATUSAN JUTA RUPIAH* ditambah biaya rawat jalan.
c. Resiko sakit kritis (33 macam penyakit kritis), nasabah akan mendapat santunan
bila terkena musibah SAKIT KRITIS (cc 33) hingga RATUSAN JUTA RUPIAH*. dan
bila terjadi pada masa menabung, maka nasabah stop menabung dan tabungannya
akan diisi oleh perusahaan hingga usia 65 th u/ dewasa atau usia 25 th.
d. Santunan duka.
2. Dana yang ditabung plus dengan bagi hasilnya akan dikembalikan penuh sesuai dengan
akad/perjanjian.
3. Pengelola adalah lembaga keuangan yang sudah berdiri sejak tahun 1848, sudah teruji
dan diakui kredibilitasnya menjadi yang terdepan 7 tahun* berturut2 hingga saat ini

Kalau anda berminat u/ dibuatkan ilustrasinya dapat kirim e-mail dengan data2 yang jujur sbb. :
1. NAMA (sesuai KTP)
2. TANGGAL LAHIR
3. MEROKOK/TIDAK MEROKOK SETAHUN TERAKHIR (pilih salah satu)
4. NILAI DANA yang akan ditabung

Smoga terbantu

Kamis, 11 Desember 2008

Pentingnya Mencicil Dana Pensiun di Usia Produktif

Selasa, 02/12/2008 11:24 WIB

Indro Bagus SU - detikFinance

Jakarta - Sudahkah Anda memikirkan sumber pendanaan ketika memasuki masa pensiun? Sedikit saja orang yang sudah cukup memikirkannya sejak usia produktif. Namun sebagian besar malah beranggapan masalah itu bisa dipikirkan lain waktu.

Padahal, kalau dipikir-pikir pensiun Anda hanya ditanggung oleh negara atau tempat bekerja selama kurang lebih 3 tahun setelah putus masa kerja. Artinya, sumber pendanaan Anda hanya tersedia hingga usia sekitar 58 tahun."Bagaimana selanjutnya?" ujar Kepala Bagian Analisis Penyelenggaraan Biro Dana Pensiun Bapepam-LK, Yusman dalam acara di hotel Aston Atrium, Senen, Jakarta, Selasa (2/12/2008).

Menurut Yusman, setiap orang yang bekerja mau tidak mau harus mulai memikirkan sumber pendanaan setelah masa pensiun tanggungan habis."Itulah sebabnya sangat penting mulai memikirkan sumber dana pensiun saat usia kita masih produktif bekerja," ujarnya.
Ketua Asosiasi Konsultan Aktuaria Indonesia (AKAI), Haris A Santoso mendukung pernyataan tersebut. Apalagi jumlah pensiunan terus bertambah dari tahun ke tahun seiring meningkatnya populasi penduduk."Pertumbuhan jumlah pensiunan dari tahun ke tahun terus bertambah, saat ini sekitar 11% dari populasi penduduk. Tahun 2015 porsinya diperkirakan bertambah menjadi 15%," ujar Haris.
Oleh sebab itu, keduanya menganjurkan pentingnya memikirkan sumber pendanaan pasca kerja alias pensiun. "Bentuknya bisa tabungan yang dilakukan secara mandiri atau investasi," jelas Yusman.
Menurut Yusman, tidak sulit menyisihkan 10% hingga 20% dari gaji bulanan untuk ditabung secara berkala hingga akhir masa kerja. "Ada pepatah, kalau seseorang bisa hidup dengan Rp 100 per hari, maka ia bisa memaksakan untuk hidup dengan Rp 90 per hari. Itu artinya menyisihkan 10% pastibisa dilakukan setiap orang. Lebih bagus kalau bisa 20%," ujarnya.
Menurut Yusman, atas alasan itu juga negara mengesahkan undang-undang yang mengatur soal dana pensiun bagi warga negara Indonesia."Disahkannya UU tersebut, sebenarnya merupakan pengakuan negara bahwa negara tidak bisa menjamin sepenuhnya masa pensiun warga negara," ujar Yusman.
Yusman juga menegaskan, dengan diaturnya masalah dana pensiun oleh UU bukan berarti setiap orang yang bekerja sudah bisa bersantai-santai."UU tersebut memberikan pesan pada kita, bahwa sumber pendanaan masa pensiun harus dipikirkan oleh warga negara secara proaktif. Sebab ini menyangkut pemenuhan kebutuhan sehari-hari kita setelah memasuki masa pensiun," jelas Yusman."Jadi kita tidak bisa menyerahkan nasib kita bukan pada diri kita sendiri. Persiapan dana pensiun harus mulai dilakukan oleh semua orang saat usiaproduktif. Bentuknya bisa dengan menabung 10-20% per bulan, atau mulai memikirkan investasi," ujar Yusman.Haris menimpali, kesadaran masyarakat Indonesia dalam mempersiapkan dana pensiun masih rendah. Hal itu ditunjukkan dengan rendahnya tingkat jaminan sosial di Indonesia.
"Singapura contohnya, porsi social security sudah mencapai 33%. Indonesia baru sekitar 6,64%. Ini menunjukkan rendahnya kesadaran kita dalam mempersiapkan jaminan bagi kehidupan kita sendiri," papar Haris.Oleh sebab itu, Haris menegaskan kesadaran memikirkan sumber pendanaan di masa pasca kerja harus mulai menjadi bagian dari masyarakat Indonesia terlebih dahulu, sebelum berangan-angan hidup tenang di masa pensiun.
"Lagipula sudah diatur kok dalam UU, baik yang wajib maupun yang sukarela. Tinggal masalah keinginan dan kesadaran saja untuk bisa mewujudkan dan menjalankan masa pensiun yang tenang tanpa perlu memikirkan sumber pendanaan," ujar Haris.
Jadi sudahkah Anda atau perusahaan Anda peduli soal dana pensiun?
(dro/ir) -->

Jumat, 05 Desember 2008

GARANSIKAN KEUANGAN ANDA

Melalui jenjang kehidupan

Apapun jenjang kehidupan yang kini Anda lalui, asuransi merupakan suatu jalan yang sangat bernilai dalam membantu Anda mencapai tujuan-tujuan Anda. Apakah Anda seorang profesional muda lajang yang sedang menabung untuk membeli mobil atau rumah pertama Anda, orang tua yang sedang merencanakan masa depan anak Anda atau pensiunan yang mencari alat investasi yang paling aman, asuransi dapat membantu Anda memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang Anda hadapi apapun jenjang kehidupan yang tengah Anda lalui.

Mulailah sedini mungkin untuk memperoleh keuntungan-keuntungan maksimal asuransi.
Muda & Tanpa Tanggungan
Lajang Profesional
Pasangan Muda
Dikaruniai Anak-Anak
Tahun-tahun Emas

PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2009 BISA 4,9 PERSEN

Aviliani: Tahun Depan, Pertumbuhan Ekonomi Bisa 4,9 Persen


Artikel Terkait:
DPR: Cabut SKB Empat Menteri
Kondisi Terparah 2009, Ekonomi Tumbuh 4,5 Persen
Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV Memble
2009, Pertumbuhan Ekonomi China Capai 10 Persen
Faisal Basri Optimistis Ekonomi Indonesia Baik

Kamis, 4 Desember 2008 13:45 WIB
JAKARTA, KAMIS — Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani memproyeksikan pertumbuhan ekomomi tahun 2009 mendatang hanya akan mencapai 4,9 persen. Proyeksi ini di atas perkiraan pesimistis pemerintah yang hanya mencapai 4,5 persen. "Kalau 6 persen rasa-rasanya berat sekali," kata Aviliani di sela-sela seminar Strategi Selamat dari Krisis Ekonomi Global di hotel Grand Hyatt, Jakarta, Kamis (4/12).

Tahun 2009 mendatang, pertumbuhan ekonomi didukung oleh sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan sektor informal. Diperkirakan, kedua sektor ini akan menyumbang hingga 50 persen terhadap Gross Domestic Product (GDP). "Ada sekitar Rp 2.400 triliun dari sektor tersebut atau seribu triliunnya dari APBN," ujarnya.

Aviliani menilai, kondisi ini sama seperti ketika krisis tahun 1998 lalu, saat sektor UMKM dan sektor informal mampu dukung GDP hingga 52 persen. Karena itu, Aviliani mengaku masih yakin akan potensi itu dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, Aviliani juga memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dollar AS bisa mencapai Rp 12.500 di tahun depan, atau bahkan lebih tinggi lagi.

Anjloknya nilai tukar rupiah juga akan membuat tingkat inflasi menjadi lebih tinggi lagi. Karena itu, pemerintah harus membuat crisis center untuk membantu restrukturisasi utang swasta dan pemerintah untuk menjaga nilai tukar rupiah. "Persoalannya apakah pemerintah berhasil mendapat pinjaman dan pemerintah juga harus membuat crisis center. Kalau tidak dilakukan, rupiah bisa mencapai Rp 12.500 di tahun depan," ujarnya.
Politik Dakwah, Politisasi Dakwah

Asep Purnama Bahtiar
Senin, 18 Agustus 2008


Artikel opini yang ditulis Didin Hafidhuddin berjudul Aktivitas Dakwah dalam Dunia Politik (Republika, 7/8), bukan saja menggugah, tetapi juga menarik untuk dicermati. Dia memaparkan hubungan dan persinggungan antara dakwah dan politik dan mengingatkan kita semua mengenai kewajiban dakwah tersebut. Seperti yang dikemukakan di awal tulisannya, tugas dan kewajiban dakwah (dalam pengertian yang luas) adalah tanggung jawab setiap Muslim kapan dan di mana pun, apa pun posisi, jabatan, profesi dan keahliannya. Karena ruang, waktu, kedudukan, dan pekerjaan tidak dibatasi dalam hal kewajiban dakwah ini, maka dalam politik pun dakwah mendapatkan tempatnya. Dalam pandangan Didin Hafidhuddin, ketika dakwah yang menjadi jalan dan tujuan berlandaskan nilai-nilai kebaikan, keikhlasan, kejujuran, kebersihan, serta kebersamaan dimunculkan, politik akan menjadi alat dan sarana untuk mencapai tujuan yang baik dan mulia tersebut.
Kurang-lebih seperti itulah gambaran harmonis mengenai hubungan dakwah dengan politik. Dakwah dan politikPersoalannya hubungan antara dakwah dan politik tidak jarang menimbulkan persoalan dan ekses. Dalam konteks seperti ini peringatan Buya Ahmad Syafii Maarif relevan untuk dikutip, dakwah itu merangkul sedangkan politik memecah-belah. Dakwah itu memperbanyak kawan, sedangkan politik memperbanyak lawan.Persinggungan dan bahkan pergesekan antara dakwah dan politik terjadi ketika secara institusional dakwah dan politik diimpitkan atau dicoba disatukan, misalnya partai politik yang merangkap sebagai lembaga dakwah. Modus politik semacam ini bukan saja melahirkan ambiguitas status pada institusi partai politik bersangkutan, tetapi juga menciptakan gesekan dan konflik dengan ormas Islam yang sejak awal memilih jalur dakwah, bukan politik praktis. Di sini politik dan dakwah tampak merupakan dua dunia yang tidak sama, baik dalam prinsip nilai maupun metode dan tujuannya. Karena itu hubungan antara dakwah dan politik akan menghasilkan pola dan kesimpulan yang berbeda, tergantung pada penempatannya di mana dan memfungsikannya, apakah dakwah dalam politik atau politik dalam dakwah.
Jika dakwah diletakkan dalam politik, dakwah menjadi instrumen dan sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan politik partai bersangkutan. Dakwah merupakan subordinat dari kepentingan politik, karenanya rawan disalahgunakan. Posisi dakwah dalam partai politik (parpol) seperti ini selain telah kehilangan nilai dan makna hakikinya, juga visi dan misi dakwah menjadi tercemar. Dalam politik, mustahil sebuah partai tidak memiliki kepentingan politik untuk berkuasa. Karena itu, dakwah dari parpol bertujuan untuk kepentingan politik, seperti untuk merebut kekuasaan atau mempertahankannya. Karena itu, yang dilakukan parpol sejatinya politisasi dakwah atau dakwah politik. Implikasinya, dimensi kerisalahan dakwah berubah menjadi kursi kekuasaan, dimensi kerahmatan berubah menjadi orientasi kedudukan. Hal ini terjadi karena dakwah oleh parpol tidak murni lagi sebagai dakwah. Akibatnya, sering muncul kesan negatif di masyarakat mengenai Islam yang diperalat untuk menyalurkan syahwat politik dan hasrat berkuasa pihak tertentu. Tidak jarang gesekan dengan ormas Islam terjadi karena dakwah parpol menjadi ekspansi ke dalam organisasi dan kehidupan jamaah ormas Islam, seperti melalui pengajian dan pengurusan masjid. Begitu juga ketika terjadi bencana alam, bantuan dan sumbangan yang dikelola oleh parpol berjubah dakwah itu biasa diberikan dengan syarat punya kartu (atau menjadi) anggota partai. Kerap bantuan dari pihak lain diklaim atau diberi stempel partai Islam bersangkutan.
Politik dakwah berkaca pada kasus tersebut, dakwah yang menjadi instrumen parpol telah menjadi sesuatu yang profan, tidak ada bedanya dengan program dan kebijakan partai yang diorientasikan sekadar meraih kekuasaan dan menumpuk kekayaan. Dengan begitu, dakwah kehilangan adab dan akhlaknya yang mulia. Padahal, seperti yang ditegaskan oleh almarhum Mohammad Natsir (1991), dakwah dan akhlaqul-karimah adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan antara satu sama lain. Berbeda dengan implikasi dari posisi dakwah dalam partai politik, politik dalam dakwah, misalnya dalam gerakan dakwah ormas Islam, merupakan salah satu jalan dan instrumen untuk kepentingan dakwah. Dalam gerakan dakwah ormas Islam, politik merupakan subordinatnya. Karena itu, dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah. Jadi bukan berdakwah untuk kepentingan politik (kekuasaan), tetapi berpolitik untuk kepentingan dakwah.
Dalam konteks tersebut, politik bukan sekadar pertarungan mencari atau meraih kekuasaan atau mengutip C Calhoun (2002), the ways in which people gain, use, and lose power. Politik juga berkaitan dengan proses dan sistem yang berlangsung untuk menghasilkan kebijakan pemerintah dan keputusan legislatif yang berpihak pada kepentingan rakyat dan kedaulatan negara-bangsa. Dalam proses politik itu terdapat peluang politik yang bisa diisi oleh ormas Islam dengan gerakan dakwahnya. Ormas Islam berpolitik untuk mendukung gerakan dakwah atau disebut juga sebagai politik dakwah, yang terkait dengan strategi dan kebijakan dakwah yang substantif sehingga bisa efektif dalam memengaruhi dan mewarnai keputusan politik pemerintah. Sikap dan kebijakan dakwah seperti itu sejalan dengan politik kebangsaan. Muhammadiyah, misalnya, menerapkan model dakwah berupa peran-peran baru sebagai wujud aktualisasi gerakan dakwah dan tajdid yang dapat dikembangkan Muhammadiyah. Antara lain dalam menjalankan peran politik kebangsaan guna mewujudkan reformasi nasional dan mengawal perjalanan bangsa tanpa terjebak pada politik praktis (politik kepartaian).
Kebijakan dan sikap berpolitik yang berbeda langgamnya dengan parpol dakwah merupakan suatu ikhtiar dalam mengapresiasi dakwah dan politik secara proporsional. Dengan penempatan yang layak ini, hubungan antara dakwah dan politik bisa dipahami dalam dua hal. Pertama, mengembalikan makna dakwah pada substansi nilai dan prinsipnya sebagaimana digariskan oleh Allah (QS Ali Imran: 104 dan 110; An-Nahl: 125; Fushilat: 33), yakni fungsi dan tujuan dakwah tidak boleh dibelokkan dan diselewengkan dari jalan Allah bagi kemaslahatan hidup manusia di dunia dan akhirat. Karena itu keterlaluan dan semena-mena kalau dakwah disubordinasi oleh parpol dan dimanipulasi bagi kepentingan politik praktis untuk merebut kekuasaan. Kedua, sebagai kewajiban bagi setiap umat Islam, penulis sepakat dakwah harus dilakukan dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Misalnya, setiap politisi Muslim yang bergelut di dunia politik berkewajiban melaksanakan dakwah, tetapi sekali lagi bukan berdakwah untuk kepentingan politik. Dalam hal ini menjadi contoh dan teladan di dunia politik sehingga nilai-nilai kejujuran, keberpihakan kepada rakyat, kesederhanaan, keluhuran, dan kemuliaan bisa mewarnai perilaku politisi dan penyelenggara pemerintahan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian, fatsun politik dan good governance akan terbangun dan berimplikasi positif bagi keputusan dan kebijakan yang diambil. Ikhtisar:- Politik dakwah yang tepat dan pantas adalah bukan politisasi dakwah. - Makna dakwah sudah sangat jelas terkandung dalam Alquran.

Asep Purnama Bahtiar
Kepala Pusat Studi Muhammadiyah dan Perubahan Sosial Politik UMY

Kamis, 04 Desember 2008

KONSEP KESEHATAN ISLAM

KONSEP KESEHATAN ISLAM
oleh : Drs. Miftahuddin, M.Si.

PENDAHULUAN

Islam mempunyai perhatian yang sangat serius terhadap kesehatan, baik kesehatan lahiriah maupun batiniah. Hal ini terbukti dengan banyaknya dalil-dalil tentang kesehatan baik bersifat preventif, curatif, rehabilitatif maupun promotif. Sebagaimana dijabarkan dalam kitab al-Thîb al-Wiqa`i karya Ahmad Sauqi al-Fanjari dan terjemahan Ahsin Wijaya dan Totok Jumantoro dengan judul terjemahan Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam.
Memperhatikan konstruksi kesehatan Islam yang dibangun oleh al-Fanjari dalam kitabnya tersebut memiliki dua wacana yang agak berbeda, bila dibandingkan dengan konsep kesehatan di Indonesia sesuai UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Konstruksi awal dari konsep kesehatan Islam al-Fanjari lebih sesuai dengan konsep kesehatan Indonesia tersebut. Meskipun demikian masih ada beberapa bagian yang perlu penyempurnaan. Hanya sangat disayangkan konstruksi awal kesehatan Islam al-Fahjari ini tidak dibahas atau dideskripsikan pada isi kitabnya.

PENGERTIAN KESEHATAN ISLAM

Terdapat beberapa pengertian kesehatan secara umum, seperti dalam UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992, bab I pasal 1 ayat 1, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.(UU-RI No. 23, 1992 : 5). WHO (Wordl Health Organization) mendefinisikan : “health is defined as a state of complete physical, mental, and social wellbeing and not merely the absence of desease or infirmity” (artinya sehat adalah suatu keadaan yang sempurna dari badan, jiwa, dan sosial, bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.(Hanlon, 1969 dan MUI, 1995 : 12 dan Al-Fanjari, 1996 : 4)

Sedangkan dalam konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) tahun 1948 disepakati antara lain bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah suatu hak yang fundamen bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya. (Depkes. RI, 1999 : 31)

Adapun pengertian kesehatan dalam pandangan Islam tercermin dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah :

من أصبح معافىفي بدنه امنافي سريه عنده فوت يومه فكأنماحيزت له الدنيا بحذافيرها.
رواه الترمذىوابن ماجه

Artinya : “Rasulullah S.a.w. bersabda : “Barang siapa sehat badannya, damai hatinya (jiwa) dan punya makanan untuk sehari-harinya (sosial ekonomi), maka seolah-olah dunia seisinya dianugerahkan kepadanya”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Bila diamati hadits ini dengan definisi kesehatan di atas, sebenarnya mengandung arti yang sama. Sehingga pengertian sehat atau kesehatan dalam Islam adalah suatu keadaan yang sempurna dan sejahtera pada badan, jiwa, social dan ekonomi yang menjadikan dirinya produktif memelihara kehidupan dunia dan akhirat.

KONSTRUKSI KONSEP KESEHATAN ISLAM

Konstruksi konsep kesehatan Islam yang Ideal, khususnya untuk dikembangkan bagi masyarakat muslim di Indonesia, yang merupakan penggabungan atau mengkomparasikan antara konsep al-Fanjari dengan UU RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan adalah konsep kesehatan Islam dengan konstruksi sebagai berikut :

1. KESEHATAN PRIBADI (PERSONAL HYGIENE) (QS. Al-Baqarah (2) : 222), yang meliputi;
a. Kebersihan dan kesehatan kelamin dan dzubur, seperti menbersihkan setelah buang hajat (H.R. Muttafaq ‘alaih dan Jama’ah dari Anas r.a., Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah dari Salman r.a., Ahmad, Nasa’i dll dari ‘Aisyah r.a.), khitan (HR. Jama’ah) ,
b. Kebersihan dan kesehatan badan, seperti mandi (QS. Shâd (38) : 42, HR. Muslim dari ‘Aisyah r.a), mandi setelah berhubungan seks atau junûb (Bukhari – Muslim dari Ummu Salamah r.a., Bukhari-Muslim dll. dari Abu Hurairah r.a.) Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi dari Ali r.a.), mandi setelah melahirkan /nifâs atau mentruasi/haidl (QS. Al-Baqarah (2) : 222, HR. Bukhari dari ‘Aisyah r.a.), mandi sebelum shalat Jum’at (HR. Muslim dari Ibnu Umar r.a.), mandi sebelum shalat Idul Fitri dan Idul adha/’idain (HR. Malik dari Ibnu Umar r.a., Abdullah bin Ahmad dari Fakih bin Sa’di), mandi setelah memandikan mayat/jenazah (HR. Ahmad dan Ashab al-Sunân), mandi ketika akan berpakaian ihram (HR. Daruquthni, Baihaqi dan Tirmidzi dari Zaid bin Tsabith r.a.), mandi ketika akan memasuki kota Mekkah (HR. Muttafaq ‘alaih dari Ibnu ‘Umar r.a.), mandi bagi orang yang baru memeluk agama Islam (HR. Ashab al-Sunnân kecuali Ibnu Majah dari Qais bin ‘Ashim r.a.)
c. Kebersihan dan kesehatan muka, mulut, gigi, hidung, tangan, kaki, kepala, rambut, telinga yang dilakukan saat berwudlu atau tersendiri (QS. al-Ma’idah (5) : 6, HR. Bukhari-Muslim dari Humran r.a., Muttafaq ‘alaih dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim, Ahmad dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim, Abu Daud dari Abi Umamah r.a., Abu Daud dan Nasa’i dari Abdullah bin ‘Umar r.a.), berwudlu atau mandi sebelum tidur (Hadist dalam al-Fanjari 1996 : 19, HR. Thabrani), berwudlu sebelum berhubungan seks atau bila akan mengulanginya (HR. Muslim), mencuci tangan setelah tidur (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 19), berwudlu sebelum dan sesudah menengok orang sakit (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 6)
d. Kebersihan dan kesehatan kuku (HR. Jama’ah)
e. Kebersihan dan kesehatan rambut (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 22)
f. Kebersihan dan kesehatan pakaian (QS. al-Mudatstsir (74) : 4), mencuci pakaian (HR. Imam enam ahli hadits dari Asma’ binti Abu Bakar r.a.), cara mencuci pakaian yang terkena kencing bayi yang menyusu ASI eksklusif (HR. Jama’ah dari Ummu Qais binti Muhshan r.a.), cara mencuci pakaian yang terkena air liur anjing (HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah r.a.), mencuci sandal dan sepatu (HR. Bukhari-Muslim), mencuci tikar atau kulit binatang (HR. Bukhari-Muslim)

2. KESEHATAN KELUARGA, meliputi ;
a. Pernikahan yang sehat, (QS. al-Rûm (30) : 21, al-Nisâ’ (4) : 3, al-Nûr (24) : 32, HR. Muttafaq ‘alaih dari Abdullah bin Mas’ud r.a., Muttafaq ‘alih dari Anas bin Malik r.a.), Usia calon pengantin (QS. al-Nisâ’ (4) : 6), Kedua pasangan saling mengenal baik fisik, psikis dan kesehatannya (HR. Muslim dari Abu Hurairah, Abu Daud dari Jabir bin Abdillah r.a.), memilih yang baik agamanya (HR. Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah), memilih pasangan yang subur (HR. Ahmad dari Anas bin Malik r.a.), Menikahi pasangan yang saling mencintai (HR. Ahmad, Abu daud yang dishahihkan oleh Hakim dari Jabir r.a.), menikahi pasangan yang masih suci/gadis atau perjaka (HR. Bukhari dari ‘Aisyah, dan HR Ibnu Majah)
b. Pernikahan yang tidak sehat, yakni; menikahi saudara sedarah atau sesusu (QS. al-Nisâ’ (4) : 23, HR. Ibnu Majah dari ‘Utsman bin Affan r.a.), menikah dengan orang musyrik (QS. al-Baqarah (2) : 221), menikah dengan orang kafir (al-Mumtahanah (60) : 10), menikah dengan pezina (QS. al-Nûr (24) : 3), menikah dengan janda bekas isteri bapaknya (QS. al-Nisâ’ (4) : 22), menikah perempuan dalam masa ‘iddah (QS. al-Baqarah (2) : 235), menikah wanita bersuami (QS. al-Nisâ’ (4) : 24), meminang atau menikah dengan wanita pinangan orang lain (HR. Muttafaq ‘alaih dari Ibnu ‘Umar r.a.), menikahi janda atau gadis tanpa musyawarah dengannya (HR. Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah r.a.), menikah syighar/barter (HR. Muttafaq ‘alaih dari Ibnu ‘Umar r.a.), memadu dengan bibinya atau keponakannya (HR. Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah r.a.), menikahi bukan karena agamanya (HR. Thabrani dari Anas r.a.).
c. Reproduksi sehat, meliputi; senggama yang sehat dan tidak memaksa (QS. al-Nisâ’ (4) : 19, al-Baqarah (2) : 223), berhias diri agar pasangan selalu berhasrat seks padanya (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 168), alat kelamin harus dalam keadaan bersih dan sehat (HR. Bukhari-Muslim dari Anas r.a.), Suami harus memprakarsai dalam bercumbu (Hadits dari ‘Aisyah r.a. dalam al-Fanjari, 1996 : 165), isteri harus menawarkan senggama pada suaminya sebelum tidur (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 163), bercumbu rayu (warming up) sebelum senggama (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 158), Istima’/suami mencumbu sekitar vagina istrinya (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 161), senggama boleh dengan cara apapun, kecuali sodomi (QS. al-Baqarah (2) : 223, HR. Abu Ya’la), senantiasa siap bila diajak senggama oleh pasangannya (HR. Thabrani), membantu istri mencapai orgasme (Hadits dari Anas bin Malik dalam al-Fanjari, 1996 : 161), berwudlu sebelum senggama atau bila akan mengulanginya (HR. Muslim), segera temui pasangan bila hasrat seks timbul (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 168),
d. Reproduksi yang tidak sehat, meliputi; senggama dengan istri yang sedang haidl atau nifas (QS. al-Baqarah (2) : 222, Hadits dari Masruq dalam Syabiq, 1973 : 194, HR. Lima ulama hadits kecuali Nasa’i dari Ummu Salamah r.a.), sodomi (HR. Abu Ya’la), zina (QS. al-Isrâ’ (17) : 32, HR. al-Dailami)
e. Kehamilan (QS. Fâthir (35) : 11, Fushilat (41) : 47), tanda kehamilan (QS. Ali Imrân (3) : 41), tumbuh kembang janin (QS. al-Hâjj (22) : 5, al-Mu’minûn (23) : 14 dan HR. Bukhari-Muslim dari Abu Abdurrahman), perawatan saat hamil (QS. al-A’râf (7) : 189), penyempurnaan tumbuh kembang janin (QS. al-Hijr (15) : 29)
f. Melahirkan (QS. Ali Imran (3) : 36, Maryam (11) : 72), memandikan bayi yang baru lahir (HR. Enam ahli hadits dari Atsma binti Abu Bakar r.a.), membersihkan langit-langit mulut bayi dengan mengusapkan sesuatu yang manis (HR. Bukhari dari Abu Musa r.a.), mendo’akan dan diberi nama yang baik (QS. Ali Imran (3) : 36, HR. Muslim dari ‘Aisyah r.a., HR. Bukhari dari Ibnu Abbas r.a., Abu Daud dari Abu Darda’ r.a.), mencukur rambut (HR. Lima ahli hadits dan dishahihkan Tirmidzi), Aqiqah (HR. Tirmidzi dari ‘Aisyah r.a.)
g. Menyusui (QS. al-Hâjj (22) : 2, al-Qashshash (28) : 12), menyusui dengan ASI selama dua tahun (QS. al-Baqarah (2) : 233, Luqman (31) : 14)
h. Tumbuh kembang anak (QS. al-Mukmin (40) : 67),
i. Pendidikan anak (QS. al-Isrâ’ (17) : 14), meliputi; pengajaran Tauhid (QS. Luqman (31) : 13), mengajari shalat dan ilmu pengetahuan sejak usia 7 tahun (HR. Ahmad dan Abu Daud), mengajari akhlaq yang mulia (QS. Luqman (31) : 16, HR. Tirmidzi),
j. Masa menopause (QS. Thalaq (65) : 4)
k. Masa tua, meliputi; masa tua yang produktif (QS. Ali Imran (3) : 39-40), hidup tenang dan tentram (QS. al-Qashshash (28) : 23), merawat dan berbakti pada orang tua dengan berbuat baik (QS. Luqman (31) : 14, al-Baqarah (2) : 83), al-An’âm (6) : 151, al-Nisâ` (4) : 36 dan al-Ahqâf (46) : 15, HR. Bukhri-Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash r.a.), bertutur kata lemah lembut (QS. al-Isrâ’ (17) : 23-24), merawat dengan baik (HR. Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah r.a.), mendo’akan (QS. Ibrahim (14) : 41), tidak membantah atau membentak (QS. al-Isrâ` (17) : 23), membantah berbuat kemusrikan (QS. al-Ankabut (29) : 8, HR. Bukhari-Muslim dari Asma binti ABukar r.a.), tidak mendurhakai (HR. Bukhari-Muslim).

3. MAKANAN DAN GIZI ( FOOD AND NUTRITION) meliputi :
a. Makanan sehat dan bergizi (halâlan thayyiban) (QS. Maryam (19) : 26, al-Mukminun (23) : 33, al-Syu’ara (26) : 79), makan makanan halal (QS. Al-Mâ’idah (5) : 5, 2 : 168, 5 : 88, 16 : 114 dan 7 : 160), makan makanan bergizi (QS. Al-Baqarah (2) : 168, 5 : 88, 6 : 118-119 dan 16 : 14), makan karbohidrat (QS. Yusuf (12) : 65), makan sayuran dan kacang-kacangan (QS. al-Baqarah (2) : 61), makan ikan (QS. al-Nahl (16) : 14), makan daging halal dan baik (QS. al-Thur (52) : 22, Hadits-hadits dalam Mu’nis, 1997 : 32),
b. Makanan yang tidak bergizi dan tidak sehat seperti; bangkai hewan darat, darah, daging babi dan binatang halal yang disembelih tidak sesuai syari’at (QS. al-Baqarah (2) : 173),
c. Minum air bersih/jernih (QS. al-A’raf (7) : 160, QS. 15 : 22, 19 : 26, 25 : 49, 26 : 79, 38 : 42, 56 : 68, 72 : 16, dan 77:27), air susu (QS. Al-Nahl (16) : 66, QS. 23 : 21 dan 33, 37 : 46), air madu (QS. al-Nahl (16) : 69, Muhammad (47) : 15), air jahe (QS. al-Insan (76) : 17), tidak minum air panas (QS. al-Ghasyiyah (76) : 5-6),
d. Makan buah-buahan (QS. Al-Nahl (16):69, QS. 7 : 19, 23 : 19, 43 : 73, 44 : 55),
e. Makan dan minum dari hasil usaha sendiri (QS. Al-Thûr (52):19, QS. 59 : 24 dan 77 : 43),
f. Pola makan dan minum orang sehat, di antaranya : mencuci tangan sebelum makan (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 65), mengawali makan dengan berdo’a dan mengunyah dengan baik (HR. Abu Nu’aim), makan sambil duduk, tidak sambil berbaring (Hadis dalam Mu’nis, 1987 : 27), bersyukur dengan makanan yang disukai dan tidak mencela yang tidak disukai (Hadis dalam Mu’nis, 1987 : 25), tidak makan dan minum berlebih-lebihan (QS. al-A’raf (7) : 31, Hadist dalam al-Fanjari, 1996 : 63), makan saat lapar dan berhenti sebelum kenyang (Hadis dalam Mu’nis, 1987 : 7), makan dan minum cukup hanya mengisi 2/3 lambung (Hadits dalam Mu’nis, 1987 : 21), mencuci tangan atau menjilatinya dan berdo’a bila telah selesai makan (HR. Muttafaq ‘alaih dari Ibnu Abbas r.a.), setelah selesai makan jangan langsung tidur/tiduran (Hadits dalam Mu’nis, 1987 : 27), biasakan makan malam (HR. Tirmidzi dari Anas r.a.), minum air tawar yang matang (Hadits dalam Mu’nis, 1987 : 28), mengambil napas tiga kali dalam sekali minum (dalam Mu’nis, 1987 : 28), minum air yang dimasuki lalat setelah menenggelamkan dan membuang lalatnya (HR. Bukhari dan Abu Daud dari Abu Hurairah r.a.), minum dengan mengatur tegukan, maksimal 3 tegukan (Hadits dalam Mu’nis, 1987 : 28),
g. Pola makan orang sakit, meliputi; orang sakit jangan dipaksa untuk makan (Hadits dalam Mu’nis, 1987 : 42)

4. PERAWATAN ORANG TUA (GERIATRICS), merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran modern. Kedokteran Islam sebenarnya yang pertama kali mempromosikannya. Banyak ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang memerintahkan agar merawat ayah, ibu, nenek dan orang-orang yang telah lanjut usianya (jompo), menghormat kekurangan mereka, sabar terhadap mereka terlebih-lebih dalam keadaan sakit. Orang pertama yang menulis masalah ini adalah Ibnu Sina dalam karyanya “al-Qanûn” di bawah sub bab “Thib al-Musinin wa al-Syuyukh” (perawatan orang-orang manula dan orang jompo).

5. KESEHATAN LINGKUNGAN (QS. al-Qashshash (28) : 77, HR. Muslim, Dailami, Thabrani), meliputi :
a. Kebersihan fasilitas sosial/umum seperti tempat ibadah (QS. al-Baqarah (2) : 125, jalan umum dengan membersihkan dari kotoran atau sampah (HR. Bukhari, hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 30), tidak membuang kotoran/sampah di jalanan (HR. Muslim dan Abu Daud, hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 32), jamban/WC umum (QS. al-Nisâ’ (4) : 43, QS. 5 : 6) dengan menggunakan air bersih (HR. Ibnu Majah dari Abi Umamah al-Bakhili, Tsalatsah dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. dan HR. Ahmad),
b. Menjaga kebersihan air dari pencemaran ( HR. Bukhari, Tirmidzi),
c. Menjaga kebersihan rumah (QS. al-Kahfi (18) : 90, Yunus (10) : 87, QS. 3 : 198, 9:6, 10:93, 12:21, 13:29, 16:41, 44:51 dan 16:81), dan sekitarnya seperti halaman (QS. Shaffat (37) : 177, hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 30), kamar tidur (QS. al-A’raf (7) : 97, Qalam (68) : 19, Yasin (36) : 56), dapur (QS. Hud (11) : 40, kamar mandi/WC (QS. al-Nisâ’ (4) : 43, QS. 5 : 6) dengan menggunakan air bersih (HR. Ibnu Majah dari Abi Umamah al-Bakhili, Tsalatsah dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. dan HR. Ahmad), perabotan rumah (HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah r.a.), taman (HR. Ahmad),
d. Menjaga Kebersihan kandang binatang (QS. al-Nahl (16) : 6)
e. Memelihara sanitasi air yang sehat (HR. Ahmad),
f. Menjaga kebersihan lingkungan, seperti tidak BAK pada lubang binatang (HR. Ahmad, Nasa’i, Abu Daud, Hakim dan Baihaqi), tidak BAB/BAK pada tempat berteduh (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Daud), tidak BAB/BAK pada air yang tergenang (HR. Ahmad, Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majah), tidak BAB/BAK pada saluran air yang aliran airnya kecil (HR. Thabrani),
g. Membersihkan lingkungan dari najis, seperti bangkai (HR. Abu Daud dan Tirmidzi), air kencing (HR. Abu Daud), darah (HR. Tsittah dari Asma’ binti Abu Bakar r.a.), feses (HR. Abu Daud),
h. Menjaga kebersihan alam sekitar, seperti Air (QS. al-A’raf (7) : 160, QS. 15 : 22, 19 : 26, 25 : 49, 26 : 79, 38 : 42, 56 : 68, 72 : 16, dan 77 : 27), tumbuh-tumbuhan dan binatang (QS. al-Baqarah (2) : 205), udara/angin (QS. al-Baqarah (2) : 164, QS. 2 : 266, 3 : 117, 7:57, 14:18, 15:22, 17:68-69, 18:45 dll.), laut/bahtera (QS. al-Baqarah (2) : 164, al-Rum (30) : 41, al-An’am (6) : 63, QS. 18 : 61, 79), sungai, gunung, pantai (QS. al-Naml (27) : 61), dan planet/antariksa (QS. al-Ma’idah (6) : 97).

6. KESEHATAN KERJA, meliputi ;
a. Profesionalisme (QS. al-Qashshash (28) : 26, HR. Bukhari, Abu Daud),
b. Jaminan untuk menjaga upah pekerja (QS. al-Kahfi (18) : 77, QS. 39:35, 52:40, HR. Muslim, Bukhari),
c. Keselamatan Kerja (menjaga buruh dari hal-hal yang membahayakan dalam bekerja) dan mengganti kerugian terhadap musibah (kecelakaan) kerja, termasuk proses pengobatan (QS. Ali Imran (3) : 200, al-Nisa’ (4) : 102),
d. Tempat kerja yang sehat (QS. al-Baqarah (2) : 222),
e. Membatasi jam kerja, uang lembur pada setiap penambahan jam kerja (QS. al-Zummar (39) : 39).

7. KESEHATAN JIWA, memelihara kesehatan jiwa seperti;
a. Senantiasa sadar/dzikir (QS. Ali Imran (3) : 191, al-Ra’d (13) : 28),
b. Sabar dan ridla (QS. al-Baqarah (2) : 45, HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, Tirmidzi dari Abu Hurairah r.a.),
c. Berprasangka baik/husnudhân (HQR. Bukhari-Muslim, Muslim-Abu Daud),
d. Optimis/raja’ (HR. Jama’ah dari Anas r.a.),
e. Mohon ampun atas kesalahan dan dosa (HR. Bukhari-Muslim),
f. tawakal (QS. al-Ahzab (33) : 48, HR. Bukhari-Muslim),
g. Berlindung kepada Allah semata (QS. al-A’raf (7) : 200, hadits dari Ibnu Abbas r.a.),
h. Membaca shalawat kepada Nabi S.a.w. (QS. al-Ahzab (33) : 56, HR. Muslim),
i. Membaca al-Qur’an (QS. al-Muzzamil (73) : 4, HR. Muslim – Abu Daud),
j. berdo’a (QS. al-Mu’min (40) : 60, al-A’raf (7) : 180),
k. Senantiasa berbicara baik (HR. Bukhari-Muslim),
l. Menghindari penyakit jiwa seperti; buruk sangka/syu’udhan (QS. al-Hujurat (49) : 12, HR. Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah r.a.), dengki (HR. Abu Daud dari Abu Hurairah r.a.), mencari-cari a’ib atau kesalahan orang lain (HR. Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah r.a.), sombong atau takabbur (QS. Luqman (31) : 18-19, HR. Muslim), pendendam (QS. al-Maidah (5) : 8, HR. Bukhari-Muslim dari ‘Aisyah r.a.), riya/selalu ingin dipuji orang lain (QS. al-Nisa’ (4) : 38, al-Ma’un (107) : 4-7, HR. Ahmad), mengejek orang lain (QS. al-Mukminun (23) : 110), bimbang dan ragu (QS. al-Taubah (9) : 45), putus asa (QS. al-Isra’ (17) : 83), mudah cemas dan sedih (QS. Yunus (10) : 62, QS. 15: 88, 16:127, 3:139, HR. Abu Nu’aim), mudah marah (HR. Bukhari).

8. PEMBERANTASAN PENYAKIT, PENYEMBUHAN DAN PEMULIHAN KESEHATAN, meliputi :

a. Profesionalisme tenaga kesehatan HR. Bukhari, Abu Daud-Nasa’i, Abu Daud),
b. melakukan diagnosa sebelum bertindak (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 191, 193),
c. Pengobatan (HR. Bukhari dari Abu Hurairah r.a., Ahmad, Hakim),
d. Perawatan dan pemulihan kesehatan (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 189),
e. Memegang teguh prinsip-prinsip dan kode etik praktek kedokteran/kesehatan Islam (seperti Iman, Islam, Ihsan, tidak menggunakan yang diharamkan, tidak mencacatkan tubuh, mengedepankan profesionalisme, tidak mengidap penyakit jiwa (lihat kesehatan jiwa), tidak komersil, memelihara kesehatan pribadi, dan berpenampilan rapi/sopan.

9. PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR (Epidemiologi), melalui karantina (HR. Abu Daud, hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 40), preventif kesehatan, tidak memasuki suatu daerah yang terjangkit wabah penyakit tidak lari dari tempat itu (HR. Muttafaq ‘alaih), mencuci tangan sebelum menjenguk orang sakit dan sesudahnya, berobat ke dokter dan mengikuti semua petunjuk pencegahan dan pengobatannya.

10. PENYULUHAN KESEHATAN MASYARAKAT, meliputi :
a. Metode penyuluhan yang efektif (QS. al-Nahl (16) : 125,
b. Sasaran penyuluhan, mengembangkan modul penyuluhan dan mengevaluasi (HR. Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri r.a., Tirmidzi).
c. Pengamanan persediaan farmasi (obat-obatan) dan alat kesehatan, meliputi ; produksi, peredaran dan penggunaan (QS. Qaf (50) : 7, HR. al-Hassan dari Abu Qatadah r.a.).
d. Pengamanan dan pemberantasan NAZA, khamr (NAZA) haram (QS. al-Ma’idah (5) : 90, al-Nisa’ (4) : 43, al-Baqarah (2) : 219) bagi pemakai, penjual, pembeli dan pembuat (HR. Bukhari-Muslim dan hadits dari Abdullah bin ‘Umar r.a.).

11. KESEHATAN SEKOLAH meliputi, kesehatan lingkungan sekolah, sistem kepegawaian yang sehat, kesehatan pribadi (guru, murid, pengelola dan pegawai), dan pendidikan kesehatan seperti wajib belajar dan mengajarkan kesehatan (HR. Ibn Abdil Bar).

12. KESEHATAN DAN KEBUGARAN FISIK (TUBUH) DENGAN OLAH RAGA DAN ISTIRAHAT, MELIPUTI KEWAJIBAN MENGAJARKAN OLAH RAGA (hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 83), dan kewajiban berolahraga seperti berenang dan memanah (hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 83), lari atau jalan cepat (HR. Tirmidzi), berkuda ( hadits dalam al-Syuyuthi, 1997 : 30), gerak badan (hadits dalam al-Syuyuthi, 1997:30), istirahat yang cukup (QS. al-Naba (78) : 10-11, hadits dalam al-Syuyuthi : 30).

PENUTUP
Konstruksi konsep kesehatan Islam yang seperti inilah, yang diharapkan mampu menjawab persoalan perkembangan kesehatan Islam yang selama ini western oriented. Sehingga terjadi kegamangan dalam aktifitas kesehatan baik dari sisi pengembangan ilmu pengetahuan, maupun pelayanan yang mengusung visi dan misi Islam. Wacana ini insya Allah merupakan jawaban hal-hal prinsip yang menjadi penomena pengembangan kesehatan Islam.
Meski demikian, upaya pengembagan dan penelitian harus selalu dilakukan agar kesehatan Islam tidak hanya matang dalam konsep, tetapi juga mampu melahirkan upaya-upaya kesehatan secara praktis. Sehingga mampu melahirkan teori-teori baru dalam dunia kesehatan Islam, dan mampu menjawab tantangan kesehatan global. Ammiien






DAFTAR BACAAN


al-‘Asqalani, Abu Fadl Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajar, 1989, Bulûgh al-Marâm, Dâr al-Fikr, Beirut – Libanon
al-‘Awaisyah, Husein ibn ‘Audah, 2003, Fiqih Haidl dan Nifas Menurut Al-Qur’an dan Sunnah, Cahaya Tauhid Press, Malang
Baz, ‘Abd ‘Aziz ibn ‘Abdullah ibn, 2003, Fatwa-Fatwa Medis, Terjemah HM. Didik Haryanto, Menara Kudus, Yogyakarta
al-Bukhari, Muhammad ibn Isma’il, tt., Shahîh Bukhârî, Dâr Ihyâ` al-Kutûb al-‘Arabiyah
Complex Disk (CD), tt., Holy Qur’an 6.5 dan Al-Hadits 30 Juz,
Daud, Sulaiman ibn As’as Abu, tt., Sunân Abu Daud, Jilid 2, Dâr al-Ihyâ` al-Sunnah
Departemen Kesehatan RI, 1992, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Depkes RI, Jakarta
_________, 1999, Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, Depkes RI, Jakarta
al-Fanjari, Ahmad Syauqi, 1996, Nilai-nilai Kesehatan Dalam Ajaran Islam, Terjemahan oleh Ahsin Wijaya dan Totok Jumantoro, Bumi Aksara, Jakarta
Faridl, Miftah, 2001, Panduan Hidup Muslim, Pustaka, Bandung
al-Hanbali, Ibn Rajab, 2003, Tarjamah Hadits ‘Arbain Imam Nawawi, Menara Kudus Yogyakarta
Hasan, Ahmad, 1998, Pengajaran Shalat, Diponegoro, Bandung
Hawari, Dadang, 2001, Al-Qur’an, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Dana Bhakti Prima Yasa, Jakarta
Khahya, Thariq Ismail, 2001, Nikah, dan Seks Menurut Islam, Akbar Media Eka Sarana, Jakarta
Kurniati, Tri dkk., 2001, Keperawatan Islam, Falsafah, Orientasi dan Kerangka Konsep, UMJ Press, Jakarta
Majah, Abu ‘Abdillâh Muhammad ibn Zaid ibn, tt., Sunân Ibn Mâjah, Dâr al-Fikr, Beirut - Libanon
Majelis Ulama Indonesia, 1995, Air, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan Menurut Ajaran Islam, MUI, Jakarta
Mu’nis, Ali, 2002, Pengobatan Cara Nabi, Kalam Mulia, Jakarta
PKU, Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Bagian, 1992, Panduan Kader Pembina Keluarga Sakinah ‘Aisyiyah, PP ‘Aisyiyah Bag. PKU dan BKKBN, Jakarta
al-Qusyairi, Muslim ibn Hijâj, tt., Shahih Muslim, Dahlan, Bandung
RSIJ, tt., Tuntunan Rohani Bagi Orang Sakit, RSIJ, Jakarta
Shihab, M. Quraish, 1996, Wawasan al-Qur’an, Mizan, Bandung
Slamet, Juli Sumirat, 2002, Kesehatan Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Stenchever, Morton A., dan Tanya Sorensen, 1995, Penatalaksanaan Dalam Persalinan, alih bahasan; Crisdiono M. Achdiat, Penerbit Hipokrates, Jakarta
Stuart, Sandra J. Sundeen and Gail Wiiscarz, 1998, Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta
Sukarni, Mariyati, 1994, Kesehatan Keluarga dan Lingkungan, Kanisius, Yogyakarta
al-Suyuthi, Jalâluddin ‘Abdurrahmân, 1997, Pengobatan Cara Nabi S.a.w., Pustaka Hidayah, Bandung
Syabiq, Syayyid, 1973, Fikih Sunnah, jilid 1, 6 dan 7, Alma’arif, Bandung
Tarjih, PP Muhammadiyah Majelis, 1973, Himpunan Putusan Tarjih, PP Muhammadiyah, Yogyakarta
Tarjih, Tim PP Muhammadiyah Majelis, 1992, Tanya Jawab Agama, jilid 1,2 dan 3, Suara Muhammadiyah, Yogyakarta
‘Umran, ‘Abd Rahim, 1997, Islam dan KB, Lentera, Jakarta
Yamani, Ja’far Khadem, 2002, Jejak Sejarah Kedoktera Islam, Pustaka Umat, Bandung
Zaini, Syahminan, 2001, Penyakit Rohani dan Pengobatannya, Kalam Mulia, Jakarta

ALMAMATER-KU : PONPES. D.A. MUH. GARUT

ALMAMATER-KU : PONPES. D.A. MUH. GARUT
Untuk lebih jelas klik gambar